CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 25 Februari 2009

Muslimah ForEver...

Muslimah sejati akan menghiasi kepribadiannya dengan budi pekerti yang luhur dan keimanan yang murni.
Fitrah kasih sayang tersimpan dalam perasaannya yang halus sehingga membuahkan kelembutan dan kehalusan perasaan insaniah.
Jika sentiasa dijaga dengan didikan syariah, mereka akan menghiasi taman syurgawi di akhirat nanti.

Alangkah indahnya dunia ini jika dihiasi muslimah solehah yang berpegang teguh dengan ajaran Islam dan menghiasi bibirnya dengan perkataan yang mulia dan berzikir.
Hatinya tunduk dan patuh dengan perintah Allah dan menjalankan kewajipan insani sesuai dengan ketentuanNya.
Muslimah sejati bagaikan bunga yang mekar menguntum menceriakan suasana dan taman-taman.




Personaliti wanita idaman bagaikan kiambang bertaut setelah biduk berlalu.
Betapapun cabaran dan dugaan yang mesti ditempuh, namun kebulatan tekad menyatukan kembali hasrat kebenaran di dalam nurani.
Ketaatannya menyejukkan kalbu, bagaikan titisan embun di pagi yang dingin sehingga menjadi suri teladan generasi yang akan datang.

Perhatian Islam terhadap wanita tidak sekadar melepaskannya dari lembah bernoda menuju kedudukan yang mulia.
Namun lebih daripada itu, wanita diberikan keistimewaan dalam merealisasikan fantasi dan
impiannya.
Anugerah keringanan dan keistimewaan itu memberikan keselesaan kepada wanita dalam menjalani tugas dan tanggungjawabnya.


uktub al akhor......

Rabu, 20 Februari 2008

WANITA SOLEHAH

Wanita solehah merupakan calon penghuni syurga, menjadi dambaan insan yang beriman bagaikan teratai mekar di tasik madu.
Dan semoga menjadi pedoman wanita yang ingin menjadi remaja cemerlang, isteri solehah, dan ibu yang penyayang, yang insya Allah beriman.
Keindahan akhlaknya memancarkan keluhuran nurani, menyejukkan hati dan penyeri budi pekerti.
Ucapannya menepis fitnah dan kemungkaran, membuahkan hikmah umpama senandung rindu syair keinsafan.



Setiap nasihat dan wasiat yang disampaikan Rasulullah menjadi pelita dalam kehidupan seorang wanita solehah. Buaian nafsu dan kenikmatan dunia bagaikan biasan cahaya yang tidak meninggalkan bekas dalam sanubarinya. Kezuhudannya tersimpan rapi dalam mahligai impian untuk dinikmati dalam taman-taman syurgawi.

uktub al akhor......

WANITA YANG DIKASIHI

Wanita bagaikan permata yang lama terkubur di lembah kejahilan.
Kehidupannya kembali mewangi ibarat sekuntum bunga yang mekar setelah disinari cahaya oleh insan yang berbudi luhur. Rasulullah telah mengangkat derajat wanita ke tahap yang paling tinggi, sehingga pengorbanan wanita selalu dikenang oleh setiap insan, kelembutannya menyejukkan hati bila memandang.

Tiada seorang wanita pun yang ingin disiksa dengan penuh kehinaan lantaran dosa yang dikerjakan. Namun banyak wanita yang suka mendedahkan aurat, melakukan dosa-dosa lain yang menyebabkan ia menjadi penghuni neraka. Hanya wanita yang memahami hakikat kewanitaannya akan menghargai dirinya sendiri dan membimbing dirinya ke jalan yang diridhai Allah.

uktub al akhor......

Akhwat Sejati...

Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya,”Abie ceritakan padaku tentang Akhwat sejati?”

Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum.

Anakku…
Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutup bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan, tetapi dari keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat sejati bukan di lihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat sejati bukan dilihat dari keahlian berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.



Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.
“Lantas apa lagi ya abi?” sahut putrinya.

Ketahuilah putriku….
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan tetapi, dilihat dari kekhawatirannya dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dari besarnya ujian yang ia jalani tetapi , dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.

Dan ingatlah….
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.

Setelah itu sang anak kembali bertanya, “Siapa kah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, ABI?”

Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata,”pelajarilah mereka!”
Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “Istri Rasulullah”.

uktub al akhor......

Mosleem Community

« Bila Hati Bercahaya agar Tetap Bercahaya di Tengah Gelap »

Adab Tilawah (Membaca) Al-Quran


“Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya sepuluh kebaikan. Sedangkan satu kebaikan itu dilipat gandakan hingga sepuluh kali. saya tidak mengatakan alif laam mim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf dan mim juga satu huruf,” (HR. Tirmidzi). Itu baru satu kata, lalu bagaimana kalau kita membaca satu juz atau lebih setiap malamnya?

Tentu sudah tak terhitung berapa banyak pahala yang mengalir ke catatan amal kita tanpa kita sadari. Belum lagi kalau saat itu bertepatan dengan malam lailatul qadar. Berarti apa yang kita lakukan pada saat itu sama dengan pahala yang kita peroleh ketika membaca Al-Qur’an selama 83 tahun lebih tanpa henti. Subhanallah. Dan, untuk menyambut datangnya bulan ini, seyogyanya kita memahami adab tilawah, adab membaca Al-Qur’an. Sehingga apa yang kita rencanakan sejak jauh-jauh hari itu bisa tercapai dengan baik.




1 . Membaca dalam keadaan suci dari hadats, menghadap qiblat dan duduk dengan baik

Al-Qur’an bukanlah seperti buku biasa, atau seperti
surat kabar harian yang boleh dibaca di mana saja serta dalam keadaan apa pun. Tidak. Al-Qur’an jelas sangat berbeda dengan semua itu. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala sumber hukum. Kitab suci yang terbebas dari perubahan hingga akhir zaman. Sehingga sudah sangat wajar bila kita harus memperlakukannya dengan khusus pula. Didahului dengan berwudlu, sebagai wujud pensucian diri. Lalu dilanjutkan dengan mengambil dan membawanya dengan tangan kanan, sebagai lam bang kebaikan, selanjutnya duduk dengan tenang dan siap untuk membacanya. Demikianlah yang harus dilakukan sebelum membacanya, sehingga Allah berfirman: “Tidak’ menyentuhnya kecuali hambahamba yang disucikan”. (Al-Waqiah: 79).

2. Membaca dengan tartil (perlahan-lahan)

Seringkali kita mendengar seseorang membaca Al-Qur’an dengan sangat cepat dan terburu-buru. Ia seperti orang yang sedang dikejar hantu. Atau bisa jadi kita juga terpancing untuk membacanya dengan cepat, agar lebih cepat selesai. Padahal membaca dengan cara seperti ini tentu sangat sulit menempatkan huruf pada makhraj yang benar. Terlebih lagi, pandangan mata kita kurang bisa terfokus dengan baik. Akibatnya, kesalahan demi kesalahan akan terus terulang tanpa kita sadari. Kata “Rahiim” yang berarti “Maha Penyayang” misalnya.

Bila mata kita melihat dengan cepat, bisa jadi lidah kita akan keseleo dan akhirnya membaca “Rajiim” yang bermakna “Yang dimurkai”, ini kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya suatu kesalahan yang sangat fatal karena arti kedua kalimat itu sangat bertolak belakang. Bayangkan, bila kesalahan itu terjadi pada lafadz basmalah, tentu hal ini sangat fatal. Karena itu, Allah berfirman: “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil: 4).

3. Membacanya dengan khusyu.

Tampakkan kesedihan bila membaca ayat yang menunjukkan ancaman dan siksa. Dan, berseriserilah bila mendengar berita gembira. Itulah nasehat Rasulullah kepada sahabat dan seluruh umat Islam. Sehingga tidak jarang kita menemukan ulama yang menangis tersedu-sedu. “Bacalah AIQur’an dan menangislah karenanya. Bila kalian tidak bisa menangis maka berpura-puralah untuk menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim). Berpura-pura menangis ini dilakukan ketika membaca Al-Quran send irian. Sedang tidak bersama orang lain. Agar keikhlasan tetap terjaga. Lihatlah! betapa tubuh seorang sahabat yang bernama Uwais al-Qarni menggigil hebat, lalu terjatuh dan pingsan cukup lama setelah membaca membaca firman Allah: “Ha mim. Oemi kitab yang menjelaskan, sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu motam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan.

Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” Dia membacanya hingga “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat Allah. Sesungguhnya Oialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. ” (QS. Ad-Dukhan: 1-100).

4. Membacanya dengan suara yang enak didengar.

Bersyukur kepada Allah, bila dikaruniai suara yang merdu dan enak didengar adalah suatu keharusan. Caranya, dengan memanfaatkan kemerduan suara itu untuk membaca Al-Qur’an. Sehingga orang yang mendengar keindahan suara kita semakin tertarik dan ingin belajar membaca Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian.” (HR. Bukhari). Tapi bila merasa khawatir akan ria atau sumah, maka bacalah Al-Qur’an dengan suara yang cukup didengar sendiri. “Orang yang membaca Al-Qur ‘an dengan keras bagaikan orang yang bershadaqah dengan terang-terangan.” (HR. Turmudzi).

5. Membaca dengan tadabur disertai dengan kehadiran hati untuk memahami arti dan rahasianya.

Hal ini sudah sangat jelas dan tidak perlu dibahas lebih jauh bahwaAl-Qur’an bukanlah kitab biasa yang hanya dibaca sambil lalu, tapi ia adalah pedoman hidup yang harus dihayati, bukan sekadar dibaca tanpa tahu makna dan maksudnya. Allah berfirman: ‘Apakah mereka tidak merenungkan AI Qur’an.” (QS. An-Nisa: 82) Sangat banyak yang bisa direnungkan. Bahkan diri kita juga menjadi obyek perenungan. Misalnya, bersyukurlah karena hidung kita tidak menghadap ke atas, karena kalau itu yang terjadi tentu air akan akan masuk ke dalam hidung setiap kali kita kehujanan atau mandi. Ini adalah contoh yang simpel dari sekian banyak obyek perenungan lainnya “Don (juga) pada dirimu sendiri Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (Adz-Dzariyat: 21)

6. Bukan menjadi orang yang tidak menghiraukan apa yang dibaca.

Bersikap apatis dan acuh terhadap apa yang dibaca, tentu bukan sikap yang terpuji. Karena bisa jadi, saat itu kita melaknat diri sendiri. Memang, demikianlah akibatnya bila tingkah laku kita bertentangan dengan apa yang dibaca. “lngatlah! Kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim.” (QS. Huud: 18) Dengan demikian tidak ada pilihan lain, belajar bahasa arab merupakan solusi terbaik sehingga kita bisa memahami arti sekaligus penafsiran ulama. Atau setidak-tidaknya merujuk kembali kepada tejemah Al-Qur’an. Di dalam Taurat disebutkan, “Mengapa kamu tidak malu kepada-Ku? Ketika kamu mendapat kiriman
surat dari seorang teman, kamu berhenti sejenak dan menyempatkan diri membacanya, huruf demi huruf. Agar kamu bisa memahaminya dengan baik dan tidak ada yang terlewatkan. Dan, inilah kitab yang Aku turunkan kepadamu. Perhatikan! Bagaimana Aku menjelaskan setiap permasalahan dengan terperinci. Dan perhatikan! betapa sering Aku mengulanginya sehingga kamu bisa merenungkannya. Tapi lihatlah! Apa yang kamu lakukan, kamu pun berpaling darinya. Sehingga Aku menjadi kurang bermakna bagimu dibandingkan dengan temanmu.

Wahai hamba-Ku! Bila datang seorang teman mengunjungimu, kamu pun menyambutnya dengan hangat. Kamu memperhatikan dan mendengarkannya dengan seksama. Bila ada orang yang mengganggu pembicaraanmu, kamu pun segera menyuruhnya untuk diam. Dan, inilah sekarangAku datang kepadamu, ingin berbicara denganmu. Tapi apa yang terjadi? Kamu pun berpaling dariku. Mengapa kamu menjadikan Aku lebih tidak bermakna dari seorang temanmu?” Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan ketika membaca Al-Qur’an, sehingga kita “” tidak membacanya semau kita tanpa memperhatikan situasi dan kondisi. Ini semua agar tilawah kita lebih bermakna dan benar benar beda.****

Sumber : saksi-online

uktub al akhor......

Senin, 18 Februari 2008

Ketika yakin bahwa hidup ini hanya sekali dan dunialah tempat menempa amal, mempersiapkan bekal yang terbaik sebelum akhirnya memasuki akhirat yang kekal, maka sepatutnya paham bahwa tiada waktu yang boleh disia-siakan.
Begitu banyak yang bisa dan harus dikerjakan. Berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan.

uktub al akhor......